PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM PERSPEKTIF
HADITS
I. PENDAHULUAN
Lingkungan hidup, sebagai karunia Allah SWT, berupa
sistem dari ruang, waktu, materi, keanekaragaman, dan alam pikiran serta
prilaku manusia, merupakan daya dukung bagi kehidupan dan kesejahteraan bagi
manusia dan seluruh makhluk lainnya.
Islam merupakan
agama yang berisi ajaran dan petunjuk serta pedoman bagi para pemeluknya
tentang bagaimana manusia harus bersikap dan berprilaku dalam kehidupan. Petunjuk dan pedoman ini secara sempurna
telah digariskan oleh ajaran Islam dalam kitab suci Nya, Al-Qur’an dan
hadits-hadits Nabi SAW. Petunjuk ini
mengatur manusia bagaimana harus hidup
bahagia dan sejahtera, didunia dan di akhirat. Di samping itu petunjuk ini juga mengatur hubungan manusia
dengan Allah SWT, sang penciptanya,
hubungan manusia dengan manusia lainnya, dan manusia dengan alam semesta termasuk
bumi yang dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Pemurah dan Pengasih bagi
kesejahteraan hidupnya. Karenanya, Islam
secara jelas mengajarkan tanggung jawab manusia bagi kelangsungan hidup dan
kesejahteraan makhluk hidup lainnya.
Pendidikan lingkungan hidup, yakni pendidikan yang
berhubungan dengan pengetahuan lingkungan di sekitar manusia dengan berbagai
unsurnya, memiliki posisi penting dalam rangka menjaga keserasian dan
kelangsungan lingkungan hidup itu sendiri.
Makalah singkat ini merupakan upaya penulis untuk
memperkaya wacana konsepsi pendidikan lingkungan hidup dalam perspektif hadits
Nabi SAW.
Rumusan Masalah
Berdasarkan kebutuhan akan konsepsi
tentang pendidikan lingkungan dapat dirumuskan beberapa permasalahan mendasar
sebagai berikut :
1. Adakah hadits-hadits yang memiliki
muatan-konsepsi lingkungan hidup ?
2. Bagaimanakah
konsepsi pendidikan lingkungan hidup dalam perspektif hadits ?
Sehubungan
dengan beberapa permasalahan tersebut di atas, penulis berupaya untuk
mengungkapnya secara sistematis dalam pembahasan berikut. Namun, dengan keterbatasan rujukan dan
kemampuan penulis, sumbang saran para pembaca tentunya akan sangat berharga
bagi upaya memahami topik yang penting ini.
II.
PEMBAHASAN
LINGKUNGAN
HIDUP
Istilah lingkungan, sebagai ungkapan singkat dari
lingkungan hidup merupakan alih bahasa dari istilah asing environment (Inggeris)
dan al-bi`ah (Arab). Ilmu yang
mengkaji tentang lingkungan hidup ini disebut ekologi.
Jadi ilmu lingkungan hidup adalah ilmu yang mempelajari tentang kenyataan
lingkungan hidup, dan bagaimana mengelolanya untuk menjaga kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. (Soerjani, 1984)
Al-Qur’an dan hadits secara bersama-sama telah
memberikan perhatian yang cukup memadai bagi permasalahan lingkungan. Perhatian hadits terhadap lingkungan akan
dapat diperoleh, diantaranya, dalam hadits-hadits yang berkaitan dengan aspek
kesehatan.
Secara formal, lingkungan hidup dapat dipandang
sebagai suatu sistem yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan dan makhluk, termasuk di dalamnya manusia dan prilakunya, yang
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lainnya. (UU No. 4 tahun 1984, Bab
I Pasal 1 ayat 1). Atau dengan kata
lain, lingkungan hidup merupakan sistem dari ruang, materi, waktu,
keanekaragaman, dan alam pikiran serta prilaku manusia.
Ruang merupakan konsep lingkungan hidup yang
utama. Dalam Al-Qur’an, berbagai ayat
memberikan paparan bahwa penciptaan ruang antara bumi dan langit merupakan
ungkapan kebesaran Allah Al-Khaliq.
Sementara itu, materi, merupakan bagian pokok dari
konsep lingkungan hidup yang banyak dijelaskan dalam Al-Qur’an. Dalam konsep lingkungan hidup, disebutkan
bahwa materi mengalami transformasi, perubahan bentuk perwujudannya, tetapi
tidak hilang ataupun musnah. Dalam
beberapa ayat disebutkan berbagai bentuk transformasi tersebut, diantaranya :
Air sebagai sumber kehidupan, dengan tumbuh-tumbuhan akan kamu peroleh
buah-buahan dan minyak, dengan binatang akan kamu peroleh susu dan sebagian
yang untuk kamu makan. Kesemuanya ini
untuk dinikmati dan disyukuri oleh manusia.
(Q.S. 23 : 17-23
Akhirnya, semua itu akan kembali kepada asalnya dan
kembali kepada kehendak Penciptanya.
Jadi, jelas bahwa di dalam alam
lingkungan terjadi siklus biogeokimia
yang memiliki kesesuaian dengan ajaran Islam.
Transformasi sebagaimana tersebut pada ayat di atas dapat dibandingkan
dengan ungkapan hadits berikut :
حَدِيثُ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ : عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ مَثَلَ
مَا بَعَثَنِيَ اللَّهُ بِهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنَ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ
غَيْثٍ أَصَابَ أَرْضًا فَكَانَتْ مِنْهَا طَائِفَةٌ طَيِّبَةٌ قَبِلَتِ
الْمَاءَ فَأَنْبَتَتِ الْكَلَأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ وَكَانَ مِنْهَا
أَجَادِبُ أَمْسَكَتِ الْمَاءَ فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوا
مِنْهَا وَسَقَوْا وَرَعَوْا وَأَصَابَ طَائِفَةً مِنْهَا أُخْرَى إِنَّمَا هِيَ
قِيعَانٌ لَا تُمْسِكُ مَاءً وَلَا تُنْبِتُ كَلَأً فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ
فِي دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ بِمَا بَعَثَنِيَ اللَّهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ
وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ
الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ *
“Diriwayatkan daripada Abu
Musa r.a katanya: Nabi s.a.w bersabda: Perumpamaan Allah Azza Wa Jalla
mengutusku menyampaikan petunjuk dan ilmu adalah seperti titisan hujan yang
telah membasahi bumi. Manakala bumi tersebut sebahagian tanahnya ada yang subur
sehingga dapat menyerap air serta menumbuhkan rerumput dan sebahagian lagi
berupa tanah-tanah keras yang dapat menahan air, lalu Allah memberi manfaat
kepada manusia sehingga mereka dapat meneguk air, memberi minum dan menggembala
ternaknya di tempat itu. Ada juga titisan air hujan tersebut jatuh di tanah
yang lain, iaitu tanah gersang yang sama sekali tidak dapat menahan air dan
tidak dapat menumbuhkan rumput rampai. Manakala itu semua adalah perumpamaan
orang yang bijak pandai tentang agama Allah dan memanfaatkannya setelah aku
diutus oleh Allah. Maka baginda tahu dan mahu mengajar apa yang diketahuinya
dan juga perumpamaan orang yang keras kepala yang tidak mahu menerima petunjuk
Allah yang keranaNya aku diutuskan “ (H.R.
Bukhari & Muslim)
Waktu sebagai sumber alam juga tidak merupakan besaran
yang berdiri sendiri, yang mana lingkungan hidup sangat dipengaruhi oleh faktor
waktu. Struktur dan fungsi semua
komponen dalam lingkungan hidup ini akan bergerak dalam dimensi waktu. Fenomena tertentu di mana faktor waktu
berperan besar dalam dinamika populasi suatu makhluk hidup.
Keanekaragaman merupakan konsep pokok tentang
keserasian dan keseimbangan lingkungan hidup.
Keanekaragaman yang tinggi adalah ciri kemantapan sistem, yakni apabila
pada sistem itu terdapat berbagai jenis makhluk hidup, sebanyak yang
dimungkinkan, maka keadaan sistem itu mantap, karena semua komponennya mengisi
struktur yang ada dan fungsi masing-masing dengan sebaik-baiknya. (Soerjani, 1984)
PERSPEKTIF HADITS TENTANG
PENDIDIKAN LINGKUNGAN
Secara ideal, agama Islam sebagai suprastruktur
ideologis masyarakat muslim, diyakini memiliki nilai-nilai yang cukup intens
dalam hal permasalahan lingkungan. Cukup
banyak ayat-ayat Al-Qur’an maupun hadits Rasulullah SAW yang berbicara mengenai
lingkungan. Baik dengan ungkapan
langsung, tidak langsung, ataupun dengan penceritaan kasus yang bermuatan
ekologis. Namun kenyataannya, secara
faktual tampilan prilaku ekologis di permukaan masyarakat muslim tampak masih
beragam. Ada yang cukup tinggi, sedang
dan rendah. Bahkan, yang disebut
terakhirlah justru yang banyak mewarnai mayoritas kehidupan komunitas muslim.
Menurut Mujiyono Abdillah (1999) fenomena ini dapat
dilihat dari tingginya volume produk limbah buangan domestik (rumah tangga),
tingginya kerentanan terhadap berjangkitnya penyakit menular, meluasnya lahan
pertanian tepi dan menipisnya areal perhutanan, serta masih bertahannya pola
hidup tidak sehat di lingkungan masyarakat Islam. Kondisi seperti ini, dapat diduga, disebabkan
oleh rendahnya tingkat pengetahuan, kesadaran, dan kearifan masyarakat dalam
menyikapi permsalahan lingkungan
Wawasan lingkungan hidup dititahkan dalam bentuk
perbuatan ihsan dan larangan melakukan kerusakan di muka bumi. Sebagaimana syariah mengatur hubungan vertikal dan horizontal, yaitu ibadah dan
muamalah. Ibadah diwujudkan dalam bentuk
hubungan antara manusia dengan Rabb nya, yang bermakna kesalehan pribadi yang
membutuhkan disiplin pribadi yang tinggi.
Muamalah merupakan bentuk hubungan antara manusia dengan sesamanya,
serta alam semesta di sekitarnya, yang mana membutuhkan kesalehan sosial dalam
disiplin pribadi dan solidaritas sosial yang kuat.
Solidaritas sosial dan kedisiplinan yang tinggi perlu
ditanamkan dan dikembangkan sedini mungkin, yaitu latihan untuk melestarikan
lingkungan. Dalam kaitannya dengan
pelestarian lingkungan, kiranya hadits Nabi SAW perlu dikaji dan dikembangkan
lebh jauh.
Sebuah hadits yang berasal dari Abu Hurairah dapat menjadi
salah satu contoh pentingnya menjaga dan memelihara lingkungan. Rasululah SAW bersabda:
“Takutlah kamu kepada dua hal yang dilaknati”, Mereka bertanya, “apa yang dua hal itu?” Rasulullah SAW menjawab: Orang yang membuang
hajat di jalanan atau tempat perteduhan.”
Bahkan menurut riwayat Abu Daud ada 3 tempat yang
sangat terkutuk untuk buang air, yaitu :
buang air di sumber air/mata air;
buang air di tengah jalan; dan membuang air di tempat-tempat perteduhan”
Dalam riwayat lain, Imam Nasa`i dalam sunan nya
memuat juga tentang larangan membuang air di lubang. Tentang hadits ini, Al-Sindi menjelaskan
bahwa pelarangan dimaksud karena lubang tersebut menjadi tempat tinggal jin,
ular, ataupun makhluk lainnya. Begitu pula, terdapat larangan buang air pada
air yang tergenang dan air yang mengalir.
Hadits-hadits di atas menyiratkan bahwa Islam telah
mempelopori prinsip menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan, sekaligus
sebagai upaya preventif bagi berjangkitnya penyakit-penyakit menular yang dapat
mewabah dikarenakan tidak terjaminnya kesehatan lingkungan.
Dengan demikian, terlihat bahwa kerangka pendidikan
lingkungan hidup dalam perspektif hadits memiliki karakteristik yang khas,
yaitu dengan memasukkan pendekatan keagaamaan.
Hal ini dapat terlihat dari adanya ancaman ataupun janji balasan bagi
perbuatan-perbuatan tertentu.
Visi pendidikan lingkungan hidup dalam perspektif
Islam didasari oleh visi lingkungan yang utuh menyeluruh, holistik
integralistik. Visi lingkungan yang
holistik integralistik diproyeksikan akan mampu menjadi garda depan dalam
pengembangan kesadaran lingkungan guna melestarikan keseimbangan
ekosistem. Sebab seluruh komponen dalam
ekosistem diperhatikan kepentingannya secara proporsional, tidak ada yang lebih
dipentingkan dan tidak ada pula yang diterlantarkan oleh visi lingkungan Islam
yang holistik integralistik.
حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ أَخْبَرَنَا أَبُو أُسَامَةَ عَنْ ابْنِ
جُرَيْجٍ عَنْ عُثْمَانَ بْنِ أَبِي سُلَيْمَانَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ
جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حُبْشِيٍّ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَطَعَ سِدْرَةً صَوَّبَ
اللَّهُ رَأْسَهُ فِي النَّارِ سُئِلَ أَبُو دَاوُد عَنْ مَعْنَى هَذَا
الْحَدِيثِ فَقَالَ هَذَا الْحَدِيثُ مُخْتَصَرٌ يَعْنِي مَنْ قَطَعَ سِدْرَةً فِي
فَلَاةٍ يَسْتَظِلُّ بِهَا ابْنُ السَّبِيلِ وَالْبَهَائِمُ عَبَثًا وَظُلْمًا
بِغَيْرِ حَقٍّ يَكُونُ لَهُ فِيهَا صَوَّبَ اللَّهُ رَأْسَهُ فِي النَّارِ
حَدَّثَنَا مَخْلَدُ بْنُ خَالِدٍ وَسَلَمَةُ يَعْنِي ابْنَ شَبِيبٍ قَالَا
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ عُثْمَانَ بْنِ أَبِي
سُلَيْمَانَ عَنْ رَجُلٍ مِنْ ثَقِيفٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ يَرْفَعُ
الْحَدِيثَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ
حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ
عَنْ عَطَاءٍ عَنْ جَابِرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا إِلَّا كَانَ مَا أُكِلَ مِنْهُ
لَهُ صَدَقَةً وَمَا سُرِقَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةٌ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ مِنْهُ
فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ وَمَا أَكَلَتْ الطَّيْرُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ وَلَا يَرْزَؤُهُ
أَحَدٌ إِلَّا كَانَ لَهُ صَدَقَةٌ
حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ
عَنْ عَطَاءٍ عَنْ جَابِرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا إِلَّا كَانَ مَا أُكِلَ مِنْهُ
لَهُ صَدَقَةً وَمَا سُرِقَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةٌ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ مِنْهُ
فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ وَمَا أَكَلَتْ الطَّيْرُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ وَلَا
يَرْزَؤُهُ أَحَدٌ إِلَّا كَانَ لَهُ صَدَقَةٌ
حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ إِسْمَعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا
سُفْيَانُ عَنْ عَمْرٍو هُوَ ابْنُ دِينَارٍ عَنْ صُهَيْبٍ مَوْلَى ابْنِ عَامِرٍ
قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَتَلَ عُصْفُورًا بِغَيْرِ حَقِّهِ سَأَلَهُ
اللَّهُ عَنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قِيلَ وَمَا حَقُّهُ قَالَ أَنْ تَذْبَحَهُ
فَتَأْكُلَهُ
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَمْرِو بْنِ
دِينَارٍ عَنْ صُهَيْبٍ مَوْلَى ابْنِ عَامِرٍ يُحَدِّثُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
عَمْرٍو أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ ذَبَحَ
عُصْفُورًا أَوْ قَتَلَهُ فِي غَيْرِ شَيْءٍ قَالَ عَمْرٌو أَحْسِبُهُ قَالَ
إِلَّا بِحَقِّهِ سَأَلَهُ اللَّهُ عَنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Setiap orang yang membunuh burung pipit
atau binatang yang lebih besar dari
burung pipit tanpa ada kepentingan yang jelas, dia akan dimintai pertanggung
jwabannya oleh Allah SWT pada hari kiamat.”.
Ditanyakan kepada Nabi SAW, “Wahai Rasulullah, apa kepentingan
itu?” Rasulullah SAW menjawab apabila
burung itu disembelih untuk dimakan”
Dalam hadits yang lain yang
berasal dari Syarid RA, diriwayatkan bahwa beliau berkata:
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ الْحَدَّادُ أَبُو عُبَيْدَةَ عَنْ خَلَفٍ
يَعْنِي ابْنَ مِهْرَانَ حَدَّثَنَا عَامِرٌ الْأَحْوَلُ عَنْ صَالِحِ بْنِ
دِينَارٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ الشَّرِيدِ قَالَ سَمِعْتُ الشَّرِيدَ يَقُولُ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ قَتَلَ
عُصْفُورًا عَبَثًا عَجَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْهُ
يَقُولُ يَا رَبِّ إِنَّ فُلَانًا قَتَلَنِي عَبَثًا وَلَمْ يَقْتُلْنِي
لِمَنْفَعَةٍ
“Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa membunuh seekor burung pipit tanpa ada maksud yang jelas, maka
burung tadi akan dating kepada Allah SWT sambil mengadukan,”Wahai Tuhanku,
sesungguhnya fulan telah membunuhku tnpa maksud yang jelas, dan bukan pula
untuk mengambil manfaat yang jelas.”
Berdasarkan kedua hadits tersebut,
para ahli fikih telah mengharamkan perbuatan membunuh hewan tanpa ada
maksud untuk dimakan. Bagi para
penyayang binatang, kedua hadits tersebut dapat disimpulkan kewajiban
menghormati ciptaan Allah yang hidup, dan menjaga kelestariannya, serta tidak
mengganggu kehidupannya kecuali karena keperluan tertentu.
Dengan alasan yang sama, para
pakar lingkungan berpendapat mengenai pentingnya menjaga alam lingkungan,
melarang perbuatan semena-semena terhadap alam, menimbulkan kekacauan dan
kerusakan tanpa ada kepentingan atau keperluan yang mendesak. Sebagai sumber kekayaan alam, sumberdaya
hewani tidak dibenarkan untuk dirusak, sehingga pembunuhan hewan tanpa alasan
yang jelas sama dengan merusak kekayaan alam.
Permasalahan lingkungan
hidup merupakan permasalahan yang senantiasa menjadi perhatian manusia,
termasuk pada masa Rasululah SAW.
Karenanya, menjadi suatu hal yang wajar bila haidts-hadits Nabi SAW juga
memiliki muatan-muatan konsepsi tentang upayapemeliharan dan pelestarian
lingkungan hidup..
Namun, berbeda dengan
pendekatan Barat dan sekuler yang banyak terdapat pada konspesi Barat,
perspektif Hadits tentang lingkungan tidak terlepas dari moral keagamaan. Karenanya permasalahan lingkungan tidak
semata-mata hanya dipandang sebagai permasalahan dunia an sich.
DAFTAR BACAAN
Abdillah, Mujiyono. Agama Ramah Lingkungan : Perspektif Al
Qur’an. Penerbit Paramadina. Jakarta.
2001
Abu Daud, Al-Imam Al-Hafizh
Abu Sulaiman Al-Asy’ats Al-Sijistani. Sunan
Abu Dāwud. tahqiq: Muhammad Abdul Aziz Al-Khalidi. Dar al-Kutub Al-‘Ilmiyyah.. Beirut. 1996.
Al-Nasā`iy. Sunan Al-Nasā`iy bi Syarh Al-Hāfizh
Jalāluddin Al-Suyuthi wa Hāsyiyah Al-Imām Al-Sindiy. Dar al-Fikr. Beirut. 1995
Al-Baqiy, Muhammad
Fuad. Mu'jam Mufahras li Alfāzh
Al-Qur'ān Al-Karim, Dar Al-Fikr,
Beirut, 1987
Al Bayan. Hadits Riwayat Bukhori & Muslim. Program Qur’an-Hadits versi 6.5. CD Room.
Sakhr. Riyadh. 1996
Al-Qardlawi, Yusuf. Al-Muntaqa min Kitāb al-Targhib wa al –Tarhib
li al-Mundziriy. (Seleksi Hadits-hadits
Shahih tentang Targhib dan Tarhib). terj. Aunur Rafiq Shaleh Tamhid. Cetakan Pertama. Robbani Press.
Jakarta. 1996.
Al-Qardlawi, Yusuf. Al-Sunnah Mashdaran li al-Ma’rifah wa
al-Hadlārah (Fiqih Peradaban : Sunnah sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan).
terj. Faizah Firdaus. Cetakan. Ke
1. Dunia Ilmu. Surabaya.
1997.
Al-Zabidiy, Al-Imam
Zainuddin Ahmad Ibn Abdul Lathif. Al-Tajrid Al-Shahih li Ahāditsi Al-Jāmi’
Al-Shahih (Ringkasan Shahih AL Bukhari).
Terj. Cecep Syamsul Hari & Tholib
Anis. Cetakan. Ke 3. Mizan.
Bandung. 1999.
Ewusie, J. Yanney.
Elements of Tropical Ecology (Pengantar Ekologi Tropika). Terj.
Usman Tanuwidjaja. Penerbit ITB. Bandung.
1990
Maktabah
Alfiyah Hadits Syarif. CD Room
Kutubuttis’ah. Sakhr. Riyadl.
Muslim,
Al-Imam Abu Al-Husain Ibn Al-Hajajj Al-Qusyairy Al-Naisyaburiy. Shahih Muslim: Syarah Al-Nawāwiy. Tahqiq: Muhmammad Fuad Abdul Baqi. Maktabah
Dahlan. Bandung. Tt
Muslim,
Al-Imam Abu Al-Husain Ibn Al-Hajajj Al-Qusyairy Al-Naisyaburiy. Shahih Muslim bi Syarah Al-Nawāwiy. Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah. Beirut. 1995
Odum, Eugene P. Fundamentals of Ecology (Dasar-dasar
Ekologi). Terj. Samingan Tjahjono. Edisi ketiga. Gadjah Mada Universiy Press. Yogyakarta. 1998
Soerjani,
Mohamad. Ajaran Agama Islam dalam
Pengelolaan Lingkungan Hidup, makalah Seminar, 1984
Lihat Abu Daud, Al-Imam
Al-Hafizh Abu Sulaiman Al-Asy’ats Al-Sijistani.
Sunan Abu Dāwud Juz I . tahqiq:
Muhammad Abdul Aziz Al-Khalidi. Dar
al-Kutub Al-‘Ilmiyyah.. Beirut.
1996; hadits ke 25 dan 26