Preseiden Indonesia yang "Belum" Tercatat Sejarah
Hari ini saya akan kita bahas mengenai Sejarah perkembangan Indonesia pasca Proklamasi. Sebuah negara terasa liar tanpa seorang pemimpin. Entah itu Raja, Ratu, Pangeran, Presiden, Perdana Menteri atau apalah itu. Oke, langsung saja kita mulai, ini adalah cerita pilu negara kita, Indonesia. sudah hampir tujuh dasawarsa negara kita "merdeka". Dalam hal ini terbebas dari "Penjajahan" langsung alias Kolonialisme. Kalau umumnya kita ditanya, Berapa Presiden indonesia yang pernah memimpin? saya yakin, 99% menjawab enam (6). Ya, tepat.Soekarno, Soeharto, BJ.Habibie, Abdulrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, dan yang keenam adalah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). walau mungkin sebentar lagi akan ada presiden dengan nama baru.. Tapi, yang harus diketahui bahwa sebenarnya ada tokoh nasional yang pernah menjadi seorang pemimpin negara di negeri kita tercinta ini yang tidak masuk ke dalam dafrtar catatan sejarah Indonesia. Siapa sajakah Tokoh tersebut? mari kita bahas..
- Sjafruddin Prawiranegara (19 Desember 1948 – 13 Juli 1949)
Sjafruddin Prawiranegara lahir di Banten, 28 Februari 1911. Di masa kecilnya akrab dengan panggilan "Kuding", dalam tubuh Syafruddin mengalir darah campuran Banten dan Minang. Buyutnya, Sutan Alam Intan, masih keturunan Raja Pagaruyung di Sumatera Barat, yang dibuang ke Banten karena terlibat Perang Padri. Menikah dengan putri bangsawan Banten, lahirlah kakeknya yang kemudian memiliki anak bernama R. Arsyad Prawiraatmadja. Itulah ayah Kuding yang, walaupun bekerja sebagai jaksa, cukup dekat dengan rakyat, dan karenanya dibuang Belanda ke Jawa Timur. Kuding, yang gemar membaca kisah petualangan sejenis Robinson Crusoe, memiliki cita-cita tinggi -- "Ingin menjadi orang besar," katanya. Itulah sebabnya ia masuk Sekolah Tinggi Hukum (sekarang Fakultas Hukum Universitas Indonesia) di Jakarta (Batavia).
Ketika Belanda melakukan agresi militernya yang kedua di Indonesia pada tanggal 19 Desember 1949, Soekarno-Hatta sempat mengirimkan telegram yang berbunyi, "Kami, Presiden Republik Indonesia memberitakan bahwa pada hari Minggu tanggal 19 Desember 1948 djam 6 pagi Belanda telah mulai serangannja atas Ibu-Kota Jogyakarta. Djika dalam keadaan Pemerintah tidak dapat mendjalankan kewadjibannja lagi, kami menguasakan kepada Mr Sjafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran RI untuk membentuk Pemerintahan Darurat di Sumatra". Dengan ini, maka beliau adalah presiden Indonesia kedua.
Benar, beliau adalah Presiden Indonesia kedua, atau tepatnya lagi Pemimpin Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) ketika Presiden Soekarno dan Moh. Hatta ditangkap Belanda pada awal agresi militer kedua, Pada tanggal 19 Desember 1948, saat Belanda melakukan agresi militer II dengan menyerang dan menguasai ibu kota RI saat itu di Yogyakarta, mereka berhasil menangkap dan menahan Presiden Soekarno, Moh. Hatta, serta para pemimpin Indonesia lainnya dan diasingkan ke Pulau Bangka. Untuk mengisi kekosongan kekuasaan, Sjafrudin Prawiranegara mengusulkan dibentuknya pemerintahan darurat untuk meneruskan pemerintah RI. Dan Sjafruddin duduk sebagai ketua/presiden merangkap Menteri Pertahanan, Penerangan, dan Luar Negeri, ad. interim. Kabinatenya beranggotakan Mr. T.M. Hasan, Mr. S.M. Rasjid, Mr. Lukman Hakim, Ir. Mananti Sitompul, Ir. Indracahya, dan Marjono Danubroto.
Adapun Jenderal Sudirman tetap sebagai Panglima Besar Angkatan Perang.
Sjafruddin menyerahkan kembali mandatnya kepada Presiden Soekarno pada tanggal 13 Juli 1949 di Yogyakarta.Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) dijuluki "penyelamat Republik". Dengan mengambil lokasi di suatu tempat di daerah Sumatera Barat, pemerintahan Republik Indonesia masih tetap eksis meskipun para pemimpin Indonesia seperti Soekarno-Hatta telah ditangkap.
- Mr. Assaat (27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950)
Mr. Assaat (18 September 1904 – 16 Juni 1976) adalah tokoh pejuang Indonesia, pemangku jabatan Presiden Republik Indonesia pada masa pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta yang merupakan bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS).
Mr. Assaat dilahirkan di dusun pincuran landai kanagarian Kubang Putih Banuhampu adalah orang sumando Sungai Pua, menikah dengan Roesiah, wanita Sungai Pua di Rumah Gadang Kapalo Koto, yang telah meninggalkan beliau pada 12 Juni 1949, dengan dua orang putera dan seorang puteri. Beliau adalah orang yan sederhana.
Dalam perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) yang ditandatangani di Belanda, 27 Desember 1949 diputuskan bahwa Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat (RIS). RIS terdiri dari 16 negara bagian, salah satunya adalah Republik Indonesia. Negara bagian lainnya seperti Negara Pasundan, Negara Indonesia Timur, dan lain-lain.Karena Soekarno dan Moh. Hatta telah ditetapkan menjadi Presiden dan Perdana Menteri RIS, maka berarti terjadi kekosongan pimpinan pada Republik Indonesia. Assaat adalah Pemangku Sementara Jabatan Presiden RI. Pengakuan keberadaan RI dengan presidennya Mr. Assaaat dalam RIS yang hanya beberapa bulan, tampaknya bahwa sejrah Republik Indonesia sejak tahun 1945 tidak pernha putus sampai kini. Walaupu usia Republik Indonesia sebagai negara bagian RIS hanya delapan bulan, Mr. Assaat telah melakukan usaha signifikan dalam memperjuangkan kembali negara kesatuan yang meliputi seluruh kepulauan Indonesia. Banyak negara bagian RIS yang menggabungkan diri pada Republik Indonesia pimpinan Mr. Assaat. Akhirnya jumlah negara bagian RIS hanya tinggal tiga, yaitu Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur. Pada bulan Juli 1950 negara RIS yang terdiri dari Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur mengubah bentuk Negara Federasi RIS menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia mulai tanggal 17 Agustus 1950. Ketiga presiden negara bagian tadi menyerahkan mandat kepresidenan kepada Soekarno sebagi Presiden Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Walaupun ini merupakan bentuk taktik diplomasi bangsa Indonesia untuk menghadapi kelicikan Belanda yang ingin menjajah kembali Indonesia seperti sebelum terjadinya Perang Dunia II dahulu dan sekaligus memenangkan seluruh wilayah Indonesia untuk kembali ke pangkuan Republik Indonesia. Dengan pengakuan keberadaan RI dalam RIS yang hanya bebarapa bulan, tampak sejarah Republik Indonesia sjak 1945 tidak pernah putus sampai kini. Bahkan ketika memangku jabatan, Mr. Assaat menandatangani statuta pendirian Universitas Gajahmada di Yogyakarta atas nama Presiden Republik Indonesia. Dengan demikian kita tidak dapat menghilangkan realitas sejarah bahwa Mr. Assaat adalah pejabat presiden yang diakui pula statusnya dalam kepemimpinan Republik Indonesia.
Peran Assaat sangat penting, karena jika pada saat itu RI tidak ada maka akan terjadi kekosongan dalam sejarah Indonesia bahwa RI pernah menghilang dan kemudian muncul lagi. Namun, dengan mengakui keberadaan RI dalam RIS yang hanya beberapa bulan, tampak bahwa sejarah Republik Indonesia sejak tahun 1945 tidak pernah terputus sampai kini. Kita ketahui bahwa kemudian RIS melebur menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia tanggal 15 Agustus 1950. Itu berarti, Assaat pernah memangku jabatan Presiden RI sekitar sembilan bulan dan menjadi presiden RI ketiga.
Oke, sekian pembahasan singkat kali ini. Semoga bermanfaat, jangan lupa JAS MERAH